menu
close

MTsN 1 Banyuwangi Hadir dalam Malam Penuh Kata dan Makna: Diskusi Sastra Bareng Prof. Tengsoe Tjahyono di Banyuwangi

Suasana malam di Pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi terasa berbeda. Bukan karena acara formal penuh pidato, tapi karena hadirnya para pecinta sastra, budayawan, penyair, dan tentu saja, sosok istimewa: Prof. Tengsoe Tjahyono, Guru Besar Sastra Universitas Malang yang hadir membagikan pandangan segar seputar dunia sastra dan peran penulis hari ini. (29/05/25)

Acara ini dihadiri oleh banyak tokoh penting dalam dunia seni dan budaya Banyuwangi. Yang menarik, makin malam, diskusi justru makin seru. Para penyair dan budayawan saling lempar pertanyaan, ide, bahkan debat kecil yang menyulut semangat—menunjukkan bahwa sastra bukan hal yang kuno, tapi hidup, dekat, dan relevan.

MTsN 1 Banyuwangi pun turut ambil bagian dalam forum ini, yaitu: Herlinda Dwi Fitriyani, S.Pd dan Nuhbatul Fakhiroh Maulidia, S.Pd. Tidak sekadar hadir, Nuhbatul juga tampil membacakan puisi karyanya yang termuat dalam buku antologi puisi berjudul “Jenggirat!” yang baru saja resmi diluncurkan malam itu. Aksinya pun mendapat sambutan hangat dari peserta diskusi.

Dalam momen tanya jawab, Nuhbatul menanyakan topik menarik tentang penggunaan AI dalam dunia kepenulisan, dan bagaimana sastrawan bisa tetap mempertahankan ciri khas mereka di era digital. Prof. Tengsoe menjawab dengan kalimat penuh makna: “Sastrawan punya peran penting untuk mengangkat fakta menjadi realita. Imajinasi itu bukan kebohongan, tapi justru memperkaya sastra itu sendiri.”

Diskusi malam itu bukan hanya soal puisi dan teori menulis. Lebih dari itu, acara ini menyadarkan pentingnya membaca—tidak hanya membaca buku, tapi juga membaca keadaan dan suasana. Karena penulis yang baik, kata Prof. Tengsoe, berangkat dari pembaca yang jeli. Meskipun tidak semua pembaca akan menjadi penulis, namun setiap penulis pasti adalah pembaca yang baik.

Dengan semangat yang masih menyala, harapan besar pun muncul: semoga kegiatan seperti ini bisa menular ke generasi muda, terutama siswa-siswi, agar tumbuh minat baca dan gairah berkarya lewat kata.

Sastra bukan hanya milik panggung dan pena, tapi juga milik siapa saja yang punya rasa dan daya untuk membaca dan menulis dunia.(nuchbah)